Kamis, 07 Agustus 2008

Sulitnya memperbaiki moral bangsa

Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk menunjang perbaikan moral anak - anak. Khususnya pendidikan yang dilakukan orang tua sejak anak masih dalam kandungan. Kedisiplinan dalm jam makan, nonton TV, bermain dan lain - lain. Selain pendidikan formal yang anak - anak dapatkan di sekolah mereka, tentu saja peran orang tua sangat penting dalam pengawasan yang berhubungan dengan perkembangan moral mereka. Dalam hal - hal tertentu orang tua perlu memperkuat pengawasan mereka. Bagi orang tua yang memiliki pendidikan yang cukup tinggi atau bekal keagamaan yang ditunjang dengan kepedulian terhadap perkembangan moral anak - anaknya, hal ini akan menjadi mudah dilakukan dan orang tua tersebut juga tidak terpengaruh oleh orang lain. Namun sayangnya beberapa orang tua khususnya didaerah - daerah tertentu kadang kurang menyadari atau tidak mengerti bagaimana agar anaknya tumbuh menjadi seorang generasi penerus dengan moral yang baik. Pengalaman penulis berad di Cirebon, beberapa waktu yang lalu merasa perlu berbagi sesuatu yang mungkin sudah biasa terjadi, atau dapat dikatakan hal yang lumrah. Dimana tontonan yang tidak pantas menjadi konsumsi anak - anak tapi malahan menjadi hiburan bagi mereka. Dalam sebuah acra pernikahan, pengunjung disuguhi oleh tontonan yang seharusnya menarik bagi para orang tua, namun karena diadakan siang hari otomatis anak - anak pun berdatangan dari yang masih remaja, anak - anak, balita, batita, sampai bayi. i acara itu terdapat konser dangdut yang menggunakan bahasa setempat. Hal ini memang biasa terjadi tetapi karena penulis baru melihat sendiri, maka ini menjadi luar biasa bagi penulis. Konser dangdut yang diadakan menggunakan penyanyi yang berbaju setengah telanjang melenggak lenggok di atas panggung dan disaksikan oleh anak - anak yang belum seharusnya belum pantas menyaksikan. Entah apa dalam pikiran anak - anak itu. Mungkin yang perempuan berpikir ingin menjadi penyanyi, tampil di aats panggung dan disaksikan banyak orang. Bagi anak laki - laki, entah apa yang ada dalam bayangan mereka. Selain itu, disaat yang bersamaan terdapat pula bapak - bapak yang menenggak minuman keras bahkan ada yang sudah mabok naik ke atas penggung dan ikut berjoget dengan penyanyi di atas panggung. Mereka juga kadang melakukan sentuhan fisik secara terang - terangan. Sekali lagi penulis katakan ini mungkin hal yang biasa terjadi. Suguhan ini bisa jadi hiburan bagi mereka yang memang kurang akan itu. Tetapi kalo kita fikir kembali, bagaimana kelas anak - anak kita jika suguhan ini bermakna bukan hiburan semata meklainkan gambaran masa depan? Kekhawatiran penulis mungkin beralasan jika kejadian di Cirebon ini bukan satu - satunya melainkan bisa terjadi di pelosok negeri kita yang jumlahnya mungkin ratusan desa. Sayangnya saat hiburan tersebut aparat negara tidak bisa berbuat banyak, bahkan bukan tidak mungkin penyanyi tersebut malah mendekati mereka dengan gaya sensual yang dipelototi banyak mata anak - anak hanya untuk mendapatkan selembar atau dua lembar uang. Penulis hanya bisa menghela napas, dan mengajak pembaca merenung, bagaimana caranya memperbaiki moral bangsa kalau hiburan semacam ini menjadi ikon hiburan masyarakat menengah bawah yang jumlahnya jauh lebih banyak?

Tidak ada komentar: